Minggu, 01 April 2012

Asuhan keperawatan pada anak dengan gangguan Tetanus Neonatorum


BAB I
PENDAHULUAN

1.1    Latar Belakang
Tetanus Neonatorum merupakan tetanus yang terjadi pada bayi yang dapat disebabkan adanya infeksi melalui tali pusat yang tidak bersih. Kematian tetanus sekitar 45 – 55 %, sedangkan pada tetanus neonatorum sekitar 80%. Terdapat hubungan terbalik antara lamanya imas inkubasi dengan beratnya penyakit. Resiko kematian sekitar 58 % pada masa inkubasi 2 – 10 hari, dan 17 – 35 % pada masa inkubasi 11 – 22 hari. Bila interval antara gejala pertama dengan timbulnya kejang cepat, prognosis lebih buruk.
Berdasarkan hasil survey dilaksanakan oleh WHO di15 negara di Asia, Timur Tengah dan Afrika pada tahun 1978 –n1982 menekankan bahwa penyakit Tetanus Neonatorum banyak dijumpai daerah pedesan negara berkembang termasuk Indonesia yang memiliki angka Proporsi kematian Neonatal akibat penyakit Tetanus Neonatorum mencapai 51 %. Pada kasus Tetanus Neonatorum yang tidak dirawat, hampir dapat dipastikan CFR akan mendekati 100%, terutama pada kasus yang mempunyai masa inkubasi kurang dari 7 hari.
Di Jepang penurunan angka kematian akibat penyakit Tetanus Neonatorum dari 0,036 per 1000 lahir hidup pada tahun 1947 menjadi 0,07 per 1000 lahir hidup. Pada tahun 1961  terjadi pada saat keadaan sosial ekonomi dan proporsi bayi – bayi yang dilahirkan di klinik / rumah sakit meningkat dengan cepat dan kontaminasi lanjutan dari bungkul tali pusat pada proses perawatan tali pusat. Penyataan diatas secara implisit menyatakan bahwa keadaan sebaliknya / persalinan dirumah mengandung risiko tetanus Neonatorum yang tinggi. Nelson Menyebutkan bahwa kasus Tetanus Neonatorum sering didapatkan pada anak dengan berat badan lahir rendah.

1.2    Rumusan Masalah
Bagaimana asuhan keperawatan pada anak dengan gangguan Tetanus Neonatorum ?

1.3  Tujuan Penulisan
a.    Tujuan Umum
Untuk mengetahui bagaimana asuhan keperwatan pada anak dengan gangguan Tetanus Neonatorum.
b.                Tujuan Khusus
Tujuan khusus dalam makalah ini , mahasiswa mengetahui :
1.    Definisi Tetanus Neonatorum
2.    Etiologi Tetanus Neonatorum
3.    Patofisiologi Tetanus neonatorum
4.    Manifestasi Tetanus neonatorum
5.    Komplikasi Tetanus Neonatorum
6.    Pemeriksaan Penunjang pada Tetanus Neonatorum
7.    Penatalaksanaan dan pengobatan Tetanus Neonatorum
8.    Pencegahan Tetanus Neonatorum

1.4 Manfaat Penulisan
a.  Bagi Institusi Pendidikan
dengan adanya makalah ini Institusi pendidikan berhasil menjadikan mahasiswa yang lebih mandiri dalam membuat suatu karya tulis dan menambah wawasan pengetahuan para mahasiswa.
b.                            Bagi Mahasiswa
Dengan adanya makalah ini, dapat menambah ilmu pengetahuan dan wawasan mahasiswa serta dapat memandirikan mahasiswa dalam mempelajari Keperawatan Anak I










BAB II
PEMBAHASAN

2.1  Definisi Tetanus Neonatorum
Tetanus Neonatorum merupakan tetanus yang terjadi pada bayi yang dapat disebabkan adanya infeksi melalui tali pusat yang tidak bersih.Masih merupakan masalah di indonesia dan di negara berkembang lain, meskipun beberapa tahun terakhir kasusnya sudah jarang di indonesia. Angka kematian tetanus neonatorum tinggi dan merupakan 45 – 75 % dari kematian seluruh penderita tetanus. Penyebab kematian terutama akibat komplikasi antara lain radang paru dan sepsis, makin muda umur bayi saat timbul gejala, makin tinggi pula angka kematian. (Maryunani, 2011)

2.2  Etiologi
Penyakit ini disebabkan oleh karena clostridium tetani yang bersifat anaerob dimana kuman tersebut berkembang tanpa adanya oksigen. Tetanus pada bayi ini dapat disebabkan karena tindakan pemotongan tali pusat yang kurang steril, untuk penyakit ini masa inkubasinya antara 5 – 14 hari (Hidayat, 2008)

2.3  Patofisiologi
Virus yang masuk dan berada dalam lingkungan anaerobit berubah menjadi bentuk vegetatif dan berbiak sambil menghasilkan toksin dalam jaringan yang anaerobit ini terdapat penurunan potensial oksidasi reduksi jaringan dan turunnya tekanan oksigen jaringan akibat adanya pus, nekrosis jaringan, garam kalsium yang dapat diionisasi. Secara intra aksonal toksin disalurkan ke sel syaraf yang memakan waktu sesuai dengan panjang aksonnya dan aktifitas serabutnya. Belum terdapat perubahan elektrik dan fungsi sel syaraf walaupun toksin telah terkumpul dalam sel. Dalam sum-sum tulang belakang toksin menjalar dari sel syaraf lower motorneuron keluksinafs dari spinal inhibitorineurin. Pada daerah inilah toksin menimbulkan gangguan pada inhibitoritransmiter dan menimbulkan kekakuan.
( Aang, 2011)

2.4    Manifestasi klinis
Tanda dan gejalanya meliputi :
  1. Kejang sampai pada otot pernafasan
  2. Leher kaku
  3. Dinding abdomen keras
  4. Mulut  mencucu seperti mulut ikan.
  5.  Suhu tubuh dapat meningkat. (Deslidel, 2011)

2.5    Komplikasi
  1. Bronkopneumonia
  2. Asfiksia akibat obstruksi sekret pada saluran pernafasan
  3. Sepsis neonatorum. (Ngastiyah, 1997)

2.6    Pemeriksaan Penunjang
a.       pemeriksaan laboratorium didapati peninggian leukosit
b.      pemeriksaan cairan otak biasanya normal
c.       pemeriksaan elektromiogram dapat memperlihatkan adanya lepas muatan unit motorik secara terus-menerus . (Teddi, 2010)

2.7    Penatalaksanaan dan Pengobatan Tetanus Neonatorum
Penatalaksanaan tetanus neonatorum adalah perawatan tali pusat dengan alat – alat yang steril. (Deslidel, 2011)
Pengobatan tetanus ditujukan pada :
  1. Netralisasi tosin yang masih ada di dalam darah sebelum kontak dengan sistem saraf, dengan serum antitetanus (ATS teraupetik)
  2. Membersihkan luka tempat masuknya kuman untuk menghentikan produksi toksin
  3. Pemberian antibiotika penisilin atau tetrasiklin untuk membunuh kuman penyebab
  4. Pemberian nutrisi, cairan dan kalori sesuai kebutuhan
  5. Merawat penderita ditempat yang tenang dan tidak terlalu terang
  6. Mengurangi serangan dengan memberikan obat pelemas otot dan sesedikit mungkin manipulasi pada penderita. (Maryunani , 2010)


2.8    Pencegahan
a.                 Imunisasi aktif
Vaksinasi dasar dalam bentuk toksoid diberikan bersama vaksin pertusis dan difteri ( vaksin DPT ). Kadar proteksi antibodi bertahan selama 5 – 10 tahun sesudah suntikan “ booster “. Tetanus toksoid (TT) selanjunya diberikan 10 tahun kecuali bila mengalami luka yang beresiko terinfeksi, diberikan toksoid bila suntikan terakhir sudah lebih dari 5 tahun sebelumnya atau bila belum pernah vaksinasi. Pada luka yang sangat parah, suntikan toksoid diberikan bila vaksinasi terakhir sudah lebih dari 1 tahun.
Untuk mencegah tetanus neonatorum, diberikan TT pada semua wanita usia subur atau wanita hamil trimester III, selain memberikan penyuluhan dan bimbingan pada dukun beranak agar memotong dan merawat tali pusat bayi dengan cara semestinya. Dapat terjadi pembengkakan dan rasa sakit pada tempat suntikan sesudah pemberian vaksin TT. (Maryunani, 2010)
b.                Imunisasi pasif
Diberikan serum antitetanus (ATS Profilaksis) pada penderita luka yang beresiko terjadi infeksi tetanus, bersama – sama dengan TT. (Maryunani, 2010)




Asuhan Keperawatan pada Bayi dengan Tetanus Neonatorum
A.  Pengkajian keperawatan
Pada pengkajian bayi dengan tetanus neonatorum dapat ditemukan adanya kesulitan menetek melalui mulut mencucu seperti ikan (harpermond) karena adanya trismus pada otot mulut, sehingga bayi tidak dapat minum dengan baik, adanya spasme otot dan kejang umum leher kaku dan terjadi opistotonus kondisi tersebut akan menyebabkan liur sering terkumpul didalam mulut dan dapat menyebabkan aspirasi, dinding abdomen kaku, mengeras dan kadang – kadang terjadi kejang otot pernafasan dan sianosis, suhu meningkat sampai dengan 39 derajat celcius, dahi berkerut, alis mata terangkat sudut mulut tertarik ke bawah muka rhisus sardonikus, ekstremitas kaku, sangat sensitif terhadap rangsangan gelisah dan menangis, masa inkubasi 3 – 10 hari. (Hidayat, 2008)
B.  Diagnosis / masalah keperawatan
Diagnosis atau maslah keperawatan yang terjadi pada bayi dengan tetanus neonatorum antara lain :
  1. Gangguan fungsi pernafasan
  2. Gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi
  3. Kurang pengetahuan orang tua. (Hidayat, 2008)
C.      Intervensi Keperawatan
  1. Gangguan fungsi pernafasan
Pada masalah ini dapat disebabkan kuman yang menyerang otot – otot pernafasan sehingga otot pernafasan tidak berfungsi, adanya spasme pada otot faring juga dapat menyebabkan terkumpulnya liur di dalam rongga mulut atau tenggorokan sehingga mengganggu jalan nafas.
Intervensi :
a.       Atur posisi bayi dengan kepala ekstensi
b.      Berikan oksigen 1 – 2 liter/ menit, apabila terjadi kejang tinggikan kebutuhan oksigen sampai 41 / menit setelah kejang hilang diturunkan.
c.       Lakukan penghisapan lendir dan pasang sudip lidah untuk mencegah lidah jatuh ke belakang
d.      Lakukan observasi tanda vital setiap setengah jam
e.       Berikan lingkungan dalam keadaan hangat jangan memberikan lingkungan yang dingin karena dapat menyebabkan apnea.
f.       Melakukan kolaborasi dengan dokter dengan pemberian diazepam 2,5 mg intravena selam 2 – 3 menit kemudian dilanjutkan dengan dosis 8 – 10 mg/kgBB/ hari. Setelah keadaan klinis mebaik dapat dilakukan pemberian diazepam peroral, disamping pemberian diazepam juga dilakukan pemberian ATS dengan dosis 10.000 u / hari, ampisilin 100 mg/kgBB/hri.
(Hidayat, 2008)
Perawatan saat kejang
Merupakan tindakan dengan memberikan terapi keperawatan untuk mencegah adanya lidah tergigit, anoksia, pasien jatuh, lidah tidak jatuh kebelakang menutupi jalan nafas dan mencegah kejang ulang, caranya adalah sebagai berikut :
a.       Baringkan pasien dengan terlentang dengan kepala dimiringkan dan ekstensi
b.      Pasang spatel lidah dengan dibungkus kain kassa
c.       Bebaskan jalan nafas dengan menghisap lendir
d.      Berikan oksigen
e.       Lakukan kompres
f.       Lakukan observasi terhadap tanda vital dan sifat kejang. (Hidayat, 2008)
  1. Gangguan pemenuhan kebuthuhan nutrisi dan cairan
Gangguan kebutuhan nutrisi dan cairan dapat terjadi karena bayi tidak mampu untuk memenuhi kebutuhan dengan cara menetek atau minum, untuk itu dalam memenuhi kebutuhan nutrisi dan cairan dapat dilukan dengan melakukan intervensi keperawatan diantaranya :
a.       Monitoring tanda – tanda dehidrasi dan kekurangan nutrisi seperti intake dan output, membran mukosa turgor kulit dan lain – lain
b.      Beri cairan melalui infus dengan cairan Glukosa 10 % dan natrium bikarbonat apabila pasien sering kejang dan apnea,, apabila kejang sudah berkurang pemberian nutrisi dapat melalui pipa lambung. (Hidayat, 2008)

  1. Kurang pengetahuan orang tua
Pada masalah keperawatan ini dapat disebabkan karena kurangnya informasi pada kelurga pasien mengingat tindakan pada penyaki ini memerlukan tindakan dan pengobatan khusus sehingga perlu disampaikan kepada keluarga beberapa pengetahuan tentang penyakit dan upaya pengobatan dan perawatannya seperti pemberian suntikan, perawatan pada luka dengan menggunakan alkohol 70 % dan kassa steril dan lain – lain. (Hidayat, 2008)















BAB III
PENUTUP

3.1    Kesimpulan
Dari uraian di atas, penulis dapat menarik kesimpulan yaitu:
a.    Tetanus Neonatorum merupakan tetanus yang terjadi pada bayi yang dapat disebabkan adanya infeksi melalui tali pusat yang tidak bersih.
b.     Penyakit ini disebabkan oleh karena clostridium tetani yang bersifat anaerob dimana kuman tersebut berkembang tanpa adanya oksigen dan pemotongan tali pusat yang tidak steril.
c.     Virus yang masuk dan berada dalam lingkungan anaerobit berubah menjadi bentuk vegetatif dan berbiak sambil menghasilkan toksin dalam jaringan yang anaerobit ini terdapat penurunan potensial oksidasi reduksi jaringan dan turunnya tekanan oksigen jaringan akibat adanya pus, nekrosis jaringan, garam kalsium yang dapat diionisasi.
d.    Tanda dan gejala meliputi , Kejang sampai pada otot pernafasan, Leher kaku, Dinding abdomen keras, Mulut  mencucu seperti mulut ikan dan  Suhu tubuh dapat meningkat
e.    Komplikasi dari penyakit Tetanus Neonatorum seperti Bronkopneumonia, Asfiksia akibat obstruksi sekret pada saluran pernafasan, Sepsis neonatorum.
f.      Pemeriksaan penunjangnya adalah pemeriksaan laboratorium didapati peninggian leukosit,  pemeriksaan cairan otak biasanya normal dan pemeriksaan elektromiogram.
g.     Penatalaksanaan tetanus neonatorum adalah perawatan tali pusat dengan alat – alat yang steril. Pengobatan tetanus ditujukan pada: Netralisasi toksin dengan serum antitetanus (ATS teraupetik), membersihkan luka tempat masuknya kuman, pencegahan antibiotika penisilin atau tetrasiklin, pemberian nutrisi, cairan dan kalori sesuai kebutuhan.
h.     Pencegahan Tetanus Neonatorum dapat dilakukan dengan imunisasi aktif seperti Vaksinasi dasar dalam bentuk toksoid diberikan bersama vaksin pertusis dan difteri (vaksin DPT) dan  Tetanus Toksoid (TT), sedangkan Imunisasi pasif dengan diberikan Anti Tetanus Serum (ATS).










3.1    Saran
a.       Bagi Institusi Pendidikan
Institusi pendidikan harus menambah lagi referensi – referensi buku tentang Keperawatan Anak I, agar memperrmudahkan mahasiswa agar lebih mudah dalam membuat   suatu karya tulis, serta rmenambah  ilmu pengetahuan dan wawasan para mahasiswa.
b.      Bagi Mahasiswa
Mahasiswa tidak boleh mudah merasa puas dengan mendapatkan ilmu pengetahuan dan wawasan dari hasil diskusi dan penjelasan dosen saja, selain itu mahasiswa harus lebih aktif dalam menambah ilmu pengetahuan dan wawasannya secara mandiri dan tidak hanya pada mata kuliah Keperawatan Anak I saja tetapi mata kuliah lainnya, agar ilmu pengetahuan dan wawasannya lebih luas.









DAFTAR PUSTAKA

Aang. 2011.Askep Tetanus Neonatorum. (Http://Aangcoy13.Blogspot.Com/2011/11/Askep-Tetanus-Neonatorum.Html . Di akses : 31-03-2012)

Agung, tedi saputra. Askep Tetanus. (http://kadaverboy.wordpress.com/2010/05/16/tetanus-neonatorum. Di akses : 31-3-2012)

Deslidel, hajjah. 2011. Buku ajar Asuhan Neonatus, Bayi dan Balita. Jakarta : EGC

Hidayat, Aziz Alimul A. 2008. Pengantar Ilmu keperawatan Anak 1. Jakarta : Salemba Medika

Maryunani, Anik. 2010. Ilmu Kesehatan Anak Dalam Kebidanan. Jakarta : TIM

Ngastiyah. 1997. Perawatan Anak Sakit. Jakarta : EGC



Tidak ada komentar:

Posting Komentar