BAB
I
PENDAHULUAN
1.1
Latar
Belakang
Tetanus
Neonatorum merupakan tetanus yang terjadi pada bayi yang dapat disebabkan
adanya infeksi melalui tali pusat yang tidak bersih. Kematian tetanus sekitar
45 – 55 %, sedangkan pada tetanus neonatorum sekitar 80%. Terdapat hubungan
terbalik antara lamanya imas inkubasi dengan beratnya penyakit. Resiko kematian
sekitar 58 % pada masa inkubasi 2 – 10 hari, dan 17 – 35 % pada masa inkubasi
11 – 22 hari. Bila interval antara gejala pertama dengan timbulnya kejang
cepat, prognosis lebih buruk.
Berdasarkan
hasil survey dilaksanakan oleh WHO di15 negara di Asia, Timur Tengah dan Afrika
pada tahun 1978 –n1982 menekankan bahwa penyakit Tetanus Neonatorum banyak
dijumpai daerah pedesan negara berkembang termasuk Indonesia yang memiliki
angka Proporsi kematian Neonatal akibat penyakit Tetanus Neonatorum mencapai 51
%. Pada kasus Tetanus Neonatorum yang tidak dirawat, hampir dapat dipastikan
CFR akan mendekati 100%, terutama pada kasus yang mempunyai masa inkubasi
kurang dari 7 hari.
Di Jepang
penurunan angka kematian akibat penyakit Tetanus Neonatorum dari 0,036 per 1000
lahir hidup pada tahun 1947 menjadi 0,07 per 1000 lahir hidup. Pada tahun
1961 terjadi pada saat keadaan sosial
ekonomi dan proporsi bayi – bayi yang dilahirkan di klinik / rumah sakit
meningkat dengan cepat dan kontaminasi lanjutan dari bungkul tali pusat pada
proses perawatan tali pusat. Penyataan diatas secara implisit menyatakan bahwa
keadaan sebaliknya / persalinan dirumah mengandung risiko tetanus Neonatorum yang
tinggi. Nelson Menyebutkan bahwa kasus Tetanus Neonatorum sering didapatkan
pada anak dengan berat badan lahir rendah.
1.2
Rumusan
Masalah
Bagaimana asuhan
keperawatan pada anak dengan gangguan Tetanus Neonatorum ?
1.3
Tujuan
Penulisan
a.
Tujuan Umum
Untuk
mengetahui bagaimana asuhan keperwatan pada anak dengan gangguan Tetanus
Neonatorum.
b.
Tujuan Khusus
Tujuan
khusus dalam makalah ini , mahasiswa mengetahui :
1. Definisi
Tetanus Neonatorum
2. Etiologi
Tetanus Neonatorum
3. Patofisiologi
Tetanus neonatorum
4. Manifestasi
Tetanus neonatorum
5. Komplikasi
Tetanus Neonatorum
6. Pemeriksaan
Penunjang pada Tetanus Neonatorum
7. Penatalaksanaan
dan pengobatan Tetanus Neonatorum
8. Pencegahan
Tetanus Neonatorum
1.4 Manfaat Penulisan
a. Bagi Institusi Pendidikan
dengan
adanya makalah ini
Institusi pendidikan berhasil menjadikan mahasiswa yang lebih mandiri dalam
membuat suatu karya tulis dan menambah wawasan pengetahuan para mahasiswa.
b.
Bagi Mahasiswa
Dengan adanya makalah ini, dapat menambah ilmu pengetahuan dan
wawasan mahasiswa serta dapat memandirikan mahasiswa dalam mempelajari
Keperawatan Anak I
BAB
II
PEMBAHASAN
2.1
Definisi Tetanus
Neonatorum
Tetanus
Neonatorum merupakan tetanus yang terjadi pada bayi yang dapat disebabkan
adanya infeksi melalui tali pusat yang tidak bersih.Masih merupakan masalah di
indonesia dan di negara berkembang lain, meskipun beberapa tahun terakhir
kasusnya sudah jarang di indonesia. Angka kematian tetanus neonatorum tinggi
dan merupakan 45 – 75 % dari kematian seluruh penderita tetanus. Penyebab
kematian terutama akibat komplikasi antara lain radang paru dan sepsis, makin
muda umur bayi saat timbul gejala, makin tinggi pula angka kematian.
(Maryunani, 2011)
2.2
Etiologi
Penyakit ini
disebabkan oleh karena clostridium tetani yang bersifat anaerob dimana kuman tersebut
berkembang tanpa adanya oksigen. Tetanus pada bayi ini dapat disebabkan karena
tindakan pemotongan tali pusat yang kurang steril, untuk penyakit ini masa
inkubasinya antara 5 – 14 hari (Hidayat, 2008)
2.3
Patofisiologi
Virus yang masuk dan berada dalam lingkungan anaerobit
berubah menjadi bentuk vegetatif dan berbiak sambil menghasilkan toksin dalam
jaringan yang anaerobit ini terdapat penurunan potensial oksidasi reduksi
jaringan dan turunnya tekanan oksigen jaringan akibat adanya pus, nekrosis
jaringan, garam kalsium yang dapat diionisasi. Secara intra aksonal toksin
disalurkan ke sel syaraf yang memakan waktu sesuai dengan panjang aksonnya dan
aktifitas serabutnya. Belum terdapat perubahan elektrik dan fungsi sel syaraf
walaupun toksin telah terkumpul dalam sel. Dalam sum-sum tulang belakang toksin
menjalar dari sel syaraf lower motorneuron keluksinafs dari spinal
inhibitorineurin. Pada daerah inilah toksin menimbulkan gangguan pada
inhibitoritransmiter dan menimbulkan kekakuan.
(
Aang, 2011)
2.4
Manifestasi
klinis
Tanda dan gejalanya meliputi :
- Kejang
sampai pada otot pernafasan
- Leher
kaku
- Dinding
abdomen keras
- Mulut
mencucu seperti mulut ikan.
- Suhu tubuh dapat meningkat.
(Deslidel, 2011)
2.5
Komplikasi
- Bronkopneumonia
- Asfiksia
akibat obstruksi sekret pada saluran pernafasan
- Sepsis
neonatorum. (Ngastiyah, 1997)
2.6
Pemeriksaan
Penunjang
a. pemeriksaan
laboratorium didapati peninggian leukosit
b. pemeriksaan
cairan otak biasanya normal
c. pemeriksaan
elektromiogram dapat memperlihatkan adanya lepas muatan unit motorik secara
terus-menerus . (Teddi, 2010)
2.7
Penatalaksanaan
dan Pengobatan Tetanus Neonatorum
Penatalaksanaan
tetanus neonatorum adalah perawatan tali pusat dengan alat – alat yang steril.
(Deslidel, 2011)
Pengobatan tetanus ditujukan pada :
- Netralisasi
tosin yang masih ada di dalam darah sebelum kontak dengan sistem saraf,
dengan serum antitetanus (ATS teraupetik)
- Membersihkan
luka tempat masuknya kuman untuk menghentikan produksi toksin
- Pemberian
antibiotika penisilin atau tetrasiklin untuk membunuh kuman penyebab
- Pemberian
nutrisi, cairan dan kalori sesuai kebutuhan
- Merawat
penderita ditempat yang tenang dan tidak terlalu terang
- Mengurangi
serangan dengan memberikan obat pelemas otot dan sesedikit mungkin
manipulasi pada penderita. (Maryunani , 2010)
2.8
Pencegahan
a.
Imunisasi aktif
Vaksinasi dasar dalam bentuk toksoid
diberikan bersama vaksin pertusis dan difteri ( vaksin DPT ). Kadar proteksi
antibodi bertahan selama 5 – 10 tahun sesudah suntikan “ booster “. Tetanus
toksoid (TT) selanjunya diberikan 10 tahun kecuali bila mengalami luka yang
beresiko terinfeksi, diberikan toksoid bila suntikan terakhir sudah lebih dari
5 tahun sebelumnya atau bila belum pernah vaksinasi. Pada luka yang sangat
parah, suntikan toksoid diberikan bila vaksinasi terakhir sudah lebih dari 1
tahun.
Untuk mencegah tetanus neonatorum,
diberikan TT pada semua wanita usia subur atau wanita hamil trimester III,
selain memberikan penyuluhan dan bimbingan pada dukun beranak agar memotong dan
merawat tali pusat bayi dengan cara semestinya. Dapat terjadi pembengkakan dan
rasa sakit pada tempat suntikan sesudah pemberian vaksin TT. (Maryunani, 2010)
b.
Imunisasi pasif
Diberikan serum antitetanus (ATS
Profilaksis) pada penderita luka yang beresiko terjadi infeksi tetanus, bersama
– sama dengan TT. (Maryunani, 2010)
Asuhan
Keperawatan pada Bayi dengan Tetanus Neonatorum
A.
Pengkajian
keperawatan
Pada pengkajian
bayi dengan tetanus neonatorum dapat ditemukan adanya kesulitan menetek melalui
mulut mencucu seperti ikan (harpermond) karena adanya trismus pada otot mulut,
sehingga bayi tidak dapat minum dengan baik, adanya spasme otot dan kejang umum
leher kaku dan terjadi opistotonus kondisi tersebut akan menyebabkan liur
sering terkumpul didalam mulut dan dapat menyebabkan aspirasi, dinding abdomen
kaku, mengeras dan kadang – kadang terjadi kejang otot pernafasan dan sianosis,
suhu meningkat sampai dengan 39 derajat celcius, dahi berkerut, alis mata
terangkat sudut mulut tertarik ke bawah muka rhisus sardonikus, ekstremitas
kaku, sangat sensitif terhadap rangsangan gelisah dan menangis, masa inkubasi 3
– 10 hari. (Hidayat, 2008)
B.
Diagnosis
/ masalah keperawatan
Diagnosis atau
maslah keperawatan yang terjadi pada bayi dengan tetanus neonatorum antara lain
:
- Gangguan
fungsi pernafasan
- Gangguan
pemenuhan kebutuhan nutrisi
- Kurang
pengetahuan orang tua. (Hidayat, 2008)
C.
Intervensi
Keperawatan
- Gangguan
fungsi pernafasan
Pada
masalah ini dapat disebabkan kuman yang menyerang otot – otot pernafasan
sehingga otot pernafasan tidak berfungsi, adanya spasme pada otot faring juga
dapat menyebabkan terkumpulnya liur di dalam rongga mulut atau tenggorokan
sehingga mengganggu jalan nafas.
Intervensi
:
a. Atur
posisi bayi dengan kepala ekstensi
b. Berikan
oksigen 1 – 2 liter/ menit, apabila terjadi kejang tinggikan kebutuhan oksigen
sampai 41 / menit setelah kejang hilang diturunkan.
c. Lakukan
penghisapan lendir dan pasang sudip lidah untuk mencegah lidah jatuh ke
belakang
d. Lakukan
observasi tanda vital setiap setengah jam
e. Berikan
lingkungan dalam keadaan hangat jangan memberikan lingkungan yang dingin karena
dapat menyebabkan apnea.
f. Melakukan
kolaborasi dengan dokter dengan pemberian diazepam 2,5 mg intravena selam 2 – 3
menit kemudian dilanjutkan dengan dosis 8 – 10 mg/kgBB/ hari. Setelah keadaan
klinis mebaik dapat dilakukan pemberian diazepam peroral, disamping pemberian
diazepam juga dilakukan pemberian ATS dengan dosis 10.000 u / hari, ampisilin
100 mg/kgBB/hri.
(Hidayat,
2008)
Perawatan saat kejang
Merupakan tindakan dengan memberikan
terapi keperawatan untuk mencegah adanya lidah tergigit, anoksia, pasien jatuh, lidah
tidak jatuh kebelakang menutupi jalan nafas dan mencegah kejang ulang, caranya
adalah sebagai berikut :
a. Baringkan
pasien dengan terlentang dengan kepala dimiringkan dan ekstensi
b. Pasang
spatel lidah dengan dibungkus kain kassa
c. Bebaskan
jalan nafas dengan menghisap lendir
d. Berikan
oksigen
e. Lakukan
kompres
f. Lakukan
observasi terhadap tanda vital dan sifat kejang. (Hidayat, 2008)
- Gangguan
pemenuhan kebuthuhan nutrisi dan cairan
Gangguan
kebutuhan nutrisi dan cairan dapat terjadi karena bayi tidak mampu untuk
memenuhi kebutuhan dengan cara menetek atau minum, untuk itu dalam memenuhi
kebutuhan nutrisi dan cairan dapat dilukan dengan melakukan intervensi
keperawatan diantaranya :
a. Monitoring
tanda – tanda dehidrasi dan kekurangan nutrisi seperti intake dan output,
membran mukosa turgor kulit dan lain – lain
b. Beri
cairan melalui infus dengan cairan Glukosa 10 % dan natrium bikarbonat apabila
pasien sering kejang dan apnea,, apabila kejang sudah berkurang pemberian
nutrisi dapat melalui pipa lambung. (Hidayat, 2008)
- Kurang
pengetahuan orang tua
Pada
masalah keperawatan ini dapat
disebabkan karena kurangnya informasi pada kelurga pasien mengingat tindakan
pada penyaki ini memerlukan tindakan dan pengobatan khusus sehingga perlu
disampaikan kepada keluarga beberapa pengetahuan tentang penyakit dan upaya
pengobatan dan perawatannya seperti pemberian suntikan, perawatan pada luka
dengan menggunakan alkohol 70 % dan kassa steril dan lain – lain. (Hidayat,
2008)
BAB
III
PENUTUP
3.1
Kesimpulan
Dari uraian di atas, penulis dapat menarik kesimpulan
yaitu:
a. Tetanus
Neonatorum merupakan tetanus yang terjadi pada bayi yang dapat disebabkan
adanya infeksi melalui tali pusat yang tidak bersih.
b. Penyakit ini disebabkan oleh karena clostridium
tetani yang bersifat anaerob dimana kuman tersebut berkembang tanpa adanya
oksigen dan pemotongan tali pusat yang tidak steril.
c. Virus yang masuk dan berada dalam lingkungan
anaerobit berubah menjadi bentuk vegetatif dan berbiak sambil menghasilkan
toksin dalam jaringan yang anaerobit ini terdapat penurunan potensial oksidasi
reduksi jaringan dan turunnya tekanan oksigen jaringan akibat adanya pus,
nekrosis jaringan, garam kalsium yang dapat diionisasi.
d. Tanda dan gejala meliputi , Kejang sampai pada
otot pernafasan, Leher kaku, Dinding abdomen keras, Mulut mencucu seperti mulut ikan dan Suhu tubuh dapat meningkat
e. Komplikasi
dari penyakit Tetanus Neonatorum seperti Bronkopneumonia, Asfiksia
akibat obstruksi sekret pada saluran pernafasan, Sepsis neonatorum.
f. Pemeriksaan
penunjangnya adalah pemeriksaan laboratorium didapati peninggian leukosit, pemeriksaan cairan otak biasanya normal dan
pemeriksaan elektromiogram.
g. Penatalaksanaan tetanus neonatorum adalah
perawatan tali pusat dengan alat – alat yang steril. Pengobatan tetanus
ditujukan pada: Netralisasi toksin dengan serum antitetanus (ATS teraupetik), membersihkan
luka tempat masuknya kuman, pencegahan antibiotika penisilin atau tetrasiklin,
pemberian nutrisi, cairan dan kalori sesuai kebutuhan.
h. Pencegahan Tetanus Neonatorum dapat dilakukan
dengan imunisasi aktif seperti Vaksinasi dasar dalam bentuk toksoid diberikan
bersama vaksin pertusis dan difteri (vaksin DPT) dan Tetanus Toksoid (TT), sedangkan Imunisasi
pasif dengan diberikan Anti Tetanus Serum (ATS).
3.1
Saran
a.
Bagi Institusi Pendidikan
Institusi
pendidikan harus menambah lagi referensi – referensi buku tentang Keperawatan Anak I, agar memperrmudahkan mahasiswa
agar lebih mudah dalam membuat suatu
karya tulis, serta rmenambah ilmu pengetahuan
dan wawasan para mahasiswa.
b.
Bagi Mahasiswa
Mahasiswa tidak boleh mudah merasa
puas dengan mendapatkan ilmu pengetahuan dan wawasan dari hasil diskusi dan
penjelasan dosen saja, selain itu mahasiswa harus lebih aktif dalam menambah
ilmu pengetahuan dan wawasannya secara mandiri dan tidak hanya pada mata kuliah
Keperawatan Anak I saja tetapi mata kuliah lainnya, agar ilmu pengetahuan dan
wawasannya lebih luas.
DAFTAR
PUSTAKA
Aang.
2011.Askep Tetanus Neonatorum. (Http://Aangcoy13.Blogspot.Com/2011/11/Askep-Tetanus-Neonatorum.Html
. Di akses : 31-03-2012)
Agung,
tedi saputra. Askep Tetanus. (http://kadaverboy.wordpress.com/2010/05/16/tetanus-neonatorum.
Di akses : 31-3-2012)
Deslidel, hajjah. 2011. Buku ajar Asuhan Neonatus, Bayi dan Balita. Jakarta : EGC
Hidayat,
Aziz Alimul A. 2008. Pengantar Ilmu
keperawatan Anak 1. Jakarta : Salemba Medika
Maryunani, Anik. 2010. Ilmu Kesehatan Anak Dalam Kebidanan. Jakarta : TIM
Ngastiyah. 1997. Perawatan
Anak Sakit. Jakarta : EGC
Tidak ada komentar:
Posting Komentar